Senin, 20 Maret 2017

ANDRIE WONGSO


Andrie Wongso—anak kedua dari tiga bersaudara—lahir dari sebuah keluarga sangat sederhana di kota Malang, lebih dari 6 dekade lalu. Mereka sekeluarga terbiasa hidup “apa adanya”, dalam arti “apa yang ada, itulah yang dipakai untuk hidup.” Anak-anak melihat sendiri bagaimana orangtua—terutama ibu—berjuang demi menghidupi keluarga. Dengan segala keterbatasan itulah, Andrie bersama dua saudaranya bertumbuh.





Pada tahun 1965, terjadi gejolak politik di Indonesia. Andrie, yang saat itu berusia 11 tahun, terpaksa harus berhenti bersekolah karena sekolah mandarin tempatnya belajar ditutup. Sebagian besar teman-temannya pindah ke sekolah rakyat umum. Tapi Andrie, kakak, dan adiknya tidak bisa pindah sekolah karena tidak ada dana. Mereka pun melalui masa kecil hingga remaja dengan membantu orangtua membuat dan menjual kue koya, berkeliling ke toko-toko dan pasar.


Pada masa ini pula, Andrie sempat belajar kungfu. Dari ilmu beladiri itulah, ia belajar banyak hal. Mulai dari disiplin, pengendalian diri, tanggung jawab, kemauan, sifat ksatria, dan bagaimana menetapkan target untuk menang. Hal ini jugalah yang mengenalkan Andrie pada “kekuatan impian”—yang dimulai dari menentukan target besar dan menantang untuk diraih.

Berangkat dari situ, sebuah tanda tanya mulai muncul dalam diri Andrie Wongso. “Apakah nasib ini dapat diubah?” Maka, setelah melalui perenungan panjang, Andrie yang kala itu berusia 22 tahun (1976) memutuskan untuk mengadu nasib ke Jakarta. Ia berangkat dengan satu tekad yakni siap menghadapi apapun di depan dengan berani dan penuh kejujuran.

Perjuangan di Jakarta dan Lahirnya Hap Kun Do

Di Jakarta, Andrie memulai kehidupan barunya dengan bekerja sebagai salesman produk sabun hingga menjadi pelayan toko di Pasar Kenari.

Kemudian, memasuki era 1970-an, di Indonesia sedang musim film silat dan kungfu Mandarin. Andrie, yang sejak kecil menyukai sini beladiri, memperdalam ilmu ini.  Di kemudian hari, kemahirannya dalam kungfu serta kemampuannya bergaul dengan semua kalangan, membawanya mendirikan perguruan “Hap Kun Do”—sebuah aliran bela diri yang mengutamakan kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas. Dari sinilah, bakat mengajar dan memotivasi Andrie terasah.



Impian Menjadi Bintang Film

Andrie Wongso muda, yang merasa memiliki potensi besar, menyimpan hasrat menjadi seorang bintang film laga Hongkong. Karena bukan siapa-siapa pada waktu itu, impian itu pun lantas dicemooh dan dianggap angin lalu. Tapi, berkat mentalitas yang terasah dari kerasnya kehidupan dan latihan kungfu yang dijalani, Andrie Wongso tidak putus asa. Ia meyakini 100 persen kalau ia bisa meraih cita-cita tersebut.


Dengan penuh semangat dan tekad, ia pun memutuskan untuk mengirimkan surat lamaran ke perusahaan film Eterna di Hongkong, disertai foto-foto. Setelah menunggu sekian lama, surat balasan yang dinantikan akhirnya datang. Surat lamarannya diterima. Ia pun mengumumkan kegembiraan ini ke murid-murid dan sekaligus menyetop iuran mereka. Ya, sebab ia akan pergi ke Taiwan, jadi bintang film di sana, mewujudkan impiannya.

Sukses Butuh Determinasi

Sayangnya, kabar gembira itu mendadak pupus bak terhantam badai. Saat sudah mulai bersiap berangkat dan mengatur segalanya, ada berita susulan yang datang, bahwa karena cuaca buruk terjadi banjir di mana-mana termasuk di lokasi yang akan dipakai syuting. Produser pun—dari Eterna Film Hong Kong—memutuskan untuk menunda produksi film. Sehingga, keberangkatan harus ditunda sampai batas waktu yang tak bisa ditentukan.
Tentu, ini satu pukulan yang sangat besar karena harapan sudah di depan mata, mimpi akan menjadi nyata. Tiba-tiba mimpi terhempas tanpa tahu kapan akan terwujud. Inilah ujian mental yang luar biasa berat. Karena praktis ia sudah tidak bekerja—mengajar pun sudah bilang tidak terima iuran lagi; tidak mungkin pernyataan tersebut ditarik kembali.
Pada masa itu, setiap hari, Andrie Wongso berperang mental dengan diri sendiri. Sebanyak 55% pikiran mengatakan untuk terus bertahan dan yakin bisa jadi bintang film, tapi 45% bagian lainnya mengatakan untuk menyerah saja. Andrie berusaha bertahan dengan impian tersebut. Setelah tiga bulan berjuang keras, kabar gembira akhirnya datang! “Andrie Wongso… silakan bersiap, Anda akan segera syuting.”



Akhir 1980, Andrie Wongso terbang ke Taiwan. Untuk pertama kalinya Andrie ke luar negeri, pertama kali naik pesawat, dan untuk pertama kali pula menghadapi kamera. Hidup serasa berada di awang-awang. Tetapi setelah melewati 3 (tiga) tahun merasakan suka dukanya bermain film di Taiwan, Andrie tahu, dunia film bukanlah dunianya.



Sepulangnya ke Indonesia, dia pun memutuskan tidak akan memperpanjang kontraknya. Banyak orang menyatakan Andrie gagal karena tidak ada satu film pun yang diwakilinya sebagai bintang utama! Tetapi Andrie merasa dirinya sukses. Sukses secara mental dalam memperjuangkan impian menjadi kenyataan. Keyakinan itu menjadi bekal pemikiran bahwa suatu hari, bila bertemu dengan bisnis yang cocok dengan jiwa dan kemampuannya, dengan semangat juang yang sama, pasti sukses bisa diraih!

Filosofi hidup "Success is My Right!" pun digaungkan—sukses adalah hak semua orang, hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja yang menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan sepenuh hati.




Karier & Keluarga

Menandai setiap peristiwa yang telah dilalui, Andrie gemar menuangkannya dalam bentuk kata-kata mutiara di buku hariannya. Saat salah seorang teman kos mencontek kata-kata yang dibuatnya, dari situlah muncul ide untuk membuat kartu ucapan yang penuh dengan kata-kata mutiara.
Selain untuk memotivasi diri sendiri, kata-kata mutiara dalam kartu tersebut juga bertujuan untuk membantu memotivasi orang lain. Dibantu oleh sang kekasih, Haryanti Lenny (yang sekarang menjadi istri), dimulailah bisnis pembuatan kartu ucapan “HARVEST”  (1985). Bisnis inilah yang di kemudian hari, mengukuhkan Andrie sebagai ‘raja kartu ucapan’. Dalam sejarahnya, “HARVEST” pernah digandrungi kawula muda seantero nusantara bahkan hingga ke mancanegara.


Dari sini, usaha lainnya berkembang. Andrie mendirikan AW Motivation Industry, dengan visi menjadi industri motivasi terbaik dan terbesar di Indonesia, yang dibagi dalam bidang Motivation & Training (In House Training dan public seminar), Digital Media & Product (website, mobile applicationsonline shop for motivational productssocial media, buku, CD, DVD, dll). Kesuksesan inilah yang membuatnya memberi gelar tambahan di belakang SDTT yaitu TBS, SSI yang lengkapnya adalah “Tapi Bisa Sukses, Syukur Sampai Saat Ini”.


Kini Andrie bersama istri, Lenny Wongso, SH, serta tiga orang anaknya yaitu Vicky Wongso, BSc, MA (26; bekerja di bidang party supplies), Vendy Satria, BA (24mendirikan production house), dan Valdy (20; sedang kuliah di New Jersey, AS) telah merasakan buah dari perjuangan masa lalunya. Kecintaannya pada keluarga dan keinginannya berbagi pengalaman hidup kini mengatarkannya menjadi Sang Pembelajar sejati, hingga mengantarkannya menjadi motivator bagi siapa saja.


Andrie berkaca pada pengalaman masa lalunya, bahwa nasib/kehidupan ini bisa berubah. Setiap manusia punya hak untuk sukses. Success is my right! Success is our right! Kuncinya adalah memiliki mindset positif. Mampu bersyukur, selalu optimis, berani menentukan target besar dan menantang, serta berani menghadapi tantangan. Selama kita ulet dan mau berjuang keras, masa depan indah dan sukses sejati pasti bisa kita raih.


Sumber:

Andriewongso,tim."Andrie wongso:Nasib dan kehidupan ini bisa berubah."https://www.andriewongso.com/andrie-wongso-nasib-dan-kehidupan-ini-bisa-berubah/ (Diakses 21 maret 2017)

Jika anda ingin perubahan hidup

 Hubungi:
Santy Marlina- Konsultan Independen Oriflame
Pin : 
546D27CF
SMS : 081219992862  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar